Senin, 30 Juni 2008

POLA HIDUP MUKMIN (KAJIAN AHAD, 22 JUNI 2008)

Petunjuk Dalil Al Qur-an :

Sebagaimana telah dipahami bahwa dalam kehidupan sebagai hamba Allah yang telah mendapatkan cahaya kebenaran Islam (QS Az Zumar, 39 : 22), maka dituntut untuk membangun kualitas diri dalam hal iman, sebagaimana difirmankan-Nya di dalam surah Al Hujurat, 49 : 15, yang artinya sebagai berikut :

“Adapun sebenarnya orang-orang mukmin itu adalah orang-orang yang beriman dengan Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta mereka dan diri-diri mereka dalam jalam Allah; Mereka itulah orang-orang yang benar.”

Pembahasan :

Bahwa sesungguhnya perkara ”Iman” adalah urusan Allah (QS Yunus, 10 : 100), dan untuk lebih jelas untuk memahaminya, maka Allah menetapkan bahwa ”tiada paksaan dalam masuk Islam” (QS Al Baqarah, 2 : 256). Dan karena itu bagi yang telah memperoleh hidayah iman, sudah dipastikan mendapat ”Nur Islam” (QS Az Zumar, 39 : 22), sehingga tiada pedoman lain dalam hidup ini kecuali hanyalah Kitabullah (Al Qur-an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya (QS Az Zumar, 39 : 1 - 2) dan berittiba’ hanya kepada Rasulullah saw (QS Ali Imran, 3 : 31).

Untuk selanjutnya sifat, sikap, dan perilaku sebagai mukmin antara lain :

1. Akan senantiasa memacu diri dengan aktivitas ilmu (QS Az Zumar, 39 : 18) dan tadabbur Al Qur-an.

2. Akan senantiasa menyatakan kesiapan dirinya terhadap seruan Allah dan Rasul-Nya berdasarkan kemantapan imannya, dan bukan dorongan nafsunya (QS Al Anfal, 8 : 24).

3. Akan senantiasa menerima dan memandu diriny, 24 : 51).

4. Dalam memelihara aqidah Islam tidak akan mudah terlena oleh gemerlapan duniawiyah dan ajaran yang menyimpang dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya (QS Luqman a terhadap seruan berhukum kepada Allah dan Rasul-Nya dengan pernyataan ”sami’na wa atho’na” (QS An Nur, 31 : 33).

5. Menepati makna bertauhid dengan menjunjung tinggi semua ketetapan dari yang memiliki Asma ul Husna (QS Al Hasyr, 59 : 24).

Inilah antara lain sebagaimana diperintahkan Rasulullah saw dalam HR Ahmad, Muslim, At Turmudzi, An Nasa’i, Ibnu Majah, melalui jalan Shufyan bin ’Abdullah Ats Tsaqofa, berderajat Shahih, ”Qul a-mantu billahi tsummas taqim.” (”Katakanlah : Aku beriman dengan Allah, kemudian bersikap luruslah.”).

Kemudian dengan keyakinan yang ditepati secara mantap kebenaran Dinullah menepati tanggung jawab sebagai ”Ummatan Wasatho” (QS Al Baqarah, 2 : 143), maka antara lain :

1. Bersungguh-sungguh dalam melaksanakan kewajiban yang diperintahkan Allah menuju tegak Kalimatullah atas kehendak dan kekuasaan-Nya (QS At Taubah, 9 : 33) dengan melalui proses pemahaman dan penghayatan terhadap ”Petunjuk ketatalaksanaan dari Al Qur-an” (QS Al Furqon, 25 : 52).

2. Melaksanakan kewajiban berinfaq secara terus menerus (QS Al Baqarah, 2 : 261), dan menyerahkan segala yang ada pada dirinya untuk kepentingan Allah (QS At Taghobun, 64 : 17 - 18).

3. Menguatkan barisan (QS Al Anfal, 8 : 60), membangun ukhuwah (QS Al Hujurat, 49 : 10), dan berada dalam bangunan berjama’ah secara terprogram (QS Ali Imran, 3 : 104), kemudian memacu aktivitas diri untuk berbuat sesuai dengan keadaan masing-masing dalam lingkup jalan Allah SWT (QS Al Isra’ : 17 : 84).

Dengan demikian maka untuk menjadi ”Mukmin yang benar” dituntut kesadarannya dalam melaksanakan beberapa kewajiban Islam secara baik dan benar.

Mubarki

Gbcm. 0809014

Selasa, 03 Juni 2008

SIKAP DAN SIFAT IBLIS (KAJIAN AHAD, 01 JUNI 2008)


Petunjuk Al Qur-an

Allah telah menetapkan melalui firman-Nya terhadap keberadaan Manusia, adalah sebagai khalifah, yang berarti ”pengganti” (QS Al Baqarah, 2 : 30). Keberadaan ini diimbangkan dengan ketetapan Allah, yaitu ”Pengabdian dalam tiga dimensi”, melalui penurunan Al Qur-an (QS Ali Imran, 3 : 138). Maka Allah tetapkan Iblis sebagai ”Tim penguji” melalui gambaran sikap ”aba was takbara”, akan mengecohkan manusia agar terpengaruh dan menjadi ingkar (QS Al Baqarah, 2 : 34), dengan pola yang disebut ”sifat syaithon”, digambarkan dalam Surah Bani Israil, 17 : 64, yang artinya sebagai berikut :

”Dan gerakkanlah siapapun yang kamu mampui dari mereka dengan suara kamu, dan kerahkanlah atas mereka dengan pasukan kudamu dan pejalan kakimu, dan sekutukanlah mereka dalam hal harta benda dan anak-anak, dan janjikanlah kepada mereka. Dan tiadalah syaithon itu memberi janji kepada mereka melainkan tipuan.”

Ayat tersebut memberikan gambaran tentang ”pola syaithon” yang akan menjerumuskan manusia agar dapat mempengaruhi perilaku manusia untuk menjadi pengikutnya dan akan diseret dengan arah perjalanan ke neraka. Hal ini telah diingatkan-Nya di dalam Surah Fathir, 35 : 8, yang artinya sebagai berikut :

”Sesungguhnya syaithon itu bagi (kemanusiaan) kamu adalah sebagai musuh, maka perlakukanlah ia itu sebagai musuh. Adapun sebenarnya syaithon itu menyeru pengikutnya agar menjadi golongan penduduk neraka.”

Dengan demikian sudah sangat jelas bahwa sesungguhnya syaithon itu ”musuih kemanusiaan”, maka seluruh pola syaithon itu pada hakikatnya akan menelanjangi faktor kemanusiaan, sehingga membuat manusia agar lupa diri dan menafikkan terhadap nilai-nilai tauhid dan kemanusiaan itu.

Pembahasan

Sudah merupakan sunatullah atas kehidupan umat manusia dalam dunia ini, bahwa ”Iblis dengan sifat-sifatnya yang disebut syaithon” telah disarangkan ke dalam nafsu manusia sebagai Tim penguji.

1. Karena nafsu manusia itu dihiasi rasa kecenderungan kepada keduniaan (QS Ali Imran, 3 : 14), sehingga syaithon akan dapat membuat manusia menjadi ”cenderung berat” terhadap gemerlapnya keduniaan (QS Al ’Adiyat, 100 : 8 - 10). Dan selanjutnya membuat manusia menjadi tidak sadar telah berada di dalam jebakan tipu daya kehidupan dunia yang bersifat semu, karena hal itu adalah kesenangan yang menipu (QS Al Hadid, 57 : 20);

2. Manusia yang telah berhasil dilumuri nafsunya dengan bisikan syaithon secara penuh, maka akan menjadi sahabat karibnya (QS Al Zukhruf, 43 : 36), di dalam pola hidupnya akan mendewakan nafsunya (QS Al Jatsiyah, 45 : 23). Kemudian akan menafikkan kebenaran Dinullah dengan berbagai ajaran yang diada-adakan secara penuh dusta (QS Al An’am. 6 : 93).

Maka ia akan mempengaruhi orang yang berpenyakit hati, sehingga :

1. Tidak mampu untuk membedakan antara suara nafsu dengan suara nurani dalam menepati panggilan Allah dan Rasul-Nya (QS Al Anfal, 8 : 24);

2. Tidak menyadari bahwa di dalam hidupnya termasuk orang yang memecah-belah Ad Din, sehingga dapat membuat mereka bangga dengan firqoh yang salah itu (QS Ar Rum, 30 : 32);

3. Tidak menyadari bahwa dalam hidupnya telah mengalami ”proses dehumanisasi”, sehingga memunculkan penindasan manusia atas manusia, dan berbagai bentuk peradaban mesianik (kotor/peternak syaithon) (QS Al Kahfi, 18 : 104 - 105).

Di Dalam menepati pengadian tiga dimensi, maka yang prinsip adalah tuntutan kewaspadaan diri terhadap sikap dan sifat Iblis yang mempunyai program ”tipu daya dengan pedang yang bermata dua” terhadap manusia (QS Luqman, 31 : 33).


Mubarki
Gbcm.0908012