Selasa, 09 Desember 2008

FAKTOR KEJIWAAN (KAJIAN AHAD 23 NOPEMBER 2008)


Petunjuk al Qur-an
Pada umumnya ummat Islam telah mengerti dan memahami, bahwa Al Qur-an itu penyempurna dari seluruh Kitab-kitab yang telah diturunkan Allah terdahulu (QS Al Baqarah, 2 : 106), dan itu berarti sebagai petunjuk yang final (QS Al An’am, 6 : 153). Tetapi secara fakta, dalam menerima kebenaran Al Qur-an tersebut sebahagian besar masih terpengaruh oleh kebanyakan orang, sebagaimana diterangkan di dalam Surah Al Isra’, 17 : 89, yaitu artinya :

“Dan sungguh pasti Kami ulang-ulang untuk manusia dalam ASl Qur-an ini tiap-tiap matsal, maka (dalam kenyataan bukan hanya) merasa enggan pada kebanyakan manusia, melainkan (bahkan) ingkar.”

Maksud ayat tersebut bertujuan untuk memberikan bukti tentang keberadaan Hidayah, bahwa sesungguhnya mutlak sebagai hak absolut Allah SWT (QS Yunus, 10 : 100), sedangkan sistem pengulangan dengan menunjuk berbagai matsal, (Az Zumar, 39 : 27-28) merupakan dorongan untuk melakukan tadabbur (QS Muhammad, 47 : 24). Maka dengan hal tersebut akan dapat dipahami tentang keberadaan “faktor psikologis” atau dalam istilah lain disebut faktor kejiwaan.

Pembahasan
Bahwa sesungguhnya manusia dalam perjalanan hidupnya diberi kewenangan penuh untuk menentukan dirinya sendiri (QS Fishilat, 41 : 40; Hadits Shahih Riwayat Ahmad dalam “Majma’uz Zawa’id).
mubarki
gbcm 0908028

Senin, 01 Desember 2008

MEMAHAMI PETUNJUK (KAJIAN AHAD, 16 NOPEMBER 2008)

Dalil Panduan
Dengan memperhatikan dan mencermati terhadap petunjuk Al Qur-an surah Al Isra, 17 : 105, yaitu :

Artinya : “Dan (ketahuilah bahwa) dengan yang sebenarnya Kami telah turunkan (Al Qur-an itu), dan dengan membawa Kebenaran ia (Al Qur-an) itu, dan tiadalah Kami utus engkau(Muhammad) melain kan sebagai pembawa kabar gembira dan sebagai pengancam.”


Bahwa muatan ayat tersebut menuntut :
a. Kepahaman terhadap keberadaan dan kedudukan Al Qur-an
Bahwa ia adalah “Kalamullah” sebagai pembenaran dan penyempurna daripada Kitab-Kitab terdahulu (QS Al Baqaraha, 2 : 106), yang ditetapkan-Nya sebagai “sumber dan pedoman” (QS Ali Imran, 3 : 138), dan sebagai jalan mutlak (QS Al An’am, 6 : 153).


b. Kepahaman terhadap perutusan Muhammad sebagai penutup dari seluruh nabi (QS Al Ahzab, 33 : 40), adalah sebagai kunci bagi memperoleh cinta dan ampunan Allah (QS ali Imran, 3 : 31).


Dengan yang tersebut akan merupakan isyarat untuk diwas padai,yaitu berupa berbagai tindakan pemurtadan (QS Al Baqarah, 2 : 109), dan berbagai upaya untuk mengganggu konsentrasi umat Islam terhadap Al Qur-an (QS Fushila, 41 : 26). Kemudian akan bermunculan manusia-manusia zandaqoh dengan sikap ambivalensinya berupaya merusak citra Islam dan berupaya menghambat perjalanan para muttabi’ Rasulullah saw (QS An Nisa', 4 : 91). Karena ketetapan Allah yang pasti terhadap keberadaan sosok Muhammad Rasulullah (QS Al Hujurat, 49 : 7).

Pembahasan
Sesungguhnya keterangan secara terurai berdasarkan keterka itan ayat sebelum dan seudahnya, maka dapat dipaham secara cukup jelas, karena keberadaan rincian petunjuknya antara lain sebagai berikut :

01. Bagi yang mau bertadabbur,maka secara pasti al Qur-an akan memandu kepada kesempurnaan taqwa secara baik dan benar (QS Az Zumar, 39 : 27-28);

02. Ketetapan Allah terhadap Al Qur-an sebagai ”sumber” adalah merupakan titik tolak yang pasti bagi pembangunan Kemanusiaan disegala sector kehidupan yang dipelopori oleh hamba-hamba yang bertaqwa (QS Ali Imran, 3 : 138);

03. Al Qur-an sebagai petunjuk pasti bagi hamba yang beriman (QS Az Zumar, 39 : 23), dan secara pasti pula akan ditegakkan Allah sebagai Norma Hukum atas umat manusia (QS Al Jatsiyah, 45 : 20). Maka berarti menempatkan diri kedalam golongan orang-orang yang berjihad dalam urusan Dinullah adalah wajib (QS Al Hajj, 22 : 78);

04. Keberadaan Muhammad saw sebagai Rasul adalah wajib diikuti segala yang menjadi batasan-batasannya (QS Ali Imran, 3 : 31). Karena dengan itu akan memandu dalam melaksanakan berbagao ke wajiban dalam Millah Ibrahim (QS Ali Imran, 3 : 68).

Dengan yang tersebut maka berarti bahwa amanah kerasulan Muhammad saw adalah amanah yang akan mengantar umat Islam memperoleh kesaksian Allah (QS Ali Imran, 3 : 53), sebagai hamba yang bekerja keras menjemput Hari Kejayaan Islam atas umat manusia sampai akhir zaman

mubarki
gbcm.0908028

Rabu, 12 November 2008

PETUNJUK KESELAMATAN (KAJIAN AHAD, 09 NOPEMBER 2008)

Dalam menata perjalanan hidup bagi tiap pribadi, Allah telah memberikan gambaran petunjuk dalam Al Qur-an Surat At Taghobun, 64 : 16, sebagai berikut :

Artinya :
“Maka (lantaran itu) bertakwalah kamu menurut kemampuan kamu,dan dengarkanlah, dan taatilah, dan infaqkanlah (hartamu) secara baik untuk dirimu sendiri. Dan barangsiapa yang terpelihara dari kebakhilan dirinya, maka mereka itu orang-orang yang mendapatkan kebahagiaan.”
Ayat tersebut dalam mengambil salah satu jurusan, adalah merupakan pembinaan untuk mencapai kesadaran dan kesiapan yang utama, bahwa rumah tangga Muslim adalah merupakan lembaga inti bagi pembangunan masyarakat dunia, karena dilandasi dengan sikap “mawaddah wa rahmah”
(QS Ar Rum, 30 : 21).
Pembahasan
Ayat tersebut merupakan batasan pokok bagi yang telah menerima Nur Islam, dalam keterkaitan dengan perjalanan Muslim dalam memotivasi diri (QS Az Zumar, 39 : 11 - 12). Batasan tersebut meliputi sebagai berikut :

a. Perintah “Taqwa kepada Allah”
Dengan perintah langsung, dan diikuti kalimat ”mastatho’ tum”, maka berarti menuntut kemampuan pribadi dalam hal karakter dan sistem (QS Ali Imran, 3 : 102). Kemudian menuntut kepeduliannya terhadap masalah keumatan (QS Ali Imran, 3 : 110), dan tanggung jawab generasi
(QS An Nisa’, 4 : 9).
b. Perintah “Isma’u”
Adalah kesadaran membuka hatinya terhadap wasiat Kebenaran dan Keteguhan hati dalam Islam (QS Al ’Ashr, 103 : 3), agar tidak kotor hati serta mudah menerima bisikan syaithon (QS Al Hajj, 22 : 53), dan tidak mengabaikan Kebenaran Islam supaya jangan menjadi sahabat syaithon (QS Az Zukhruf, 43 : 36).

c. Perintah “Athi’u”
Adalah berkaitan erat dengan masalah “aktivitas majlis Ilmu secara langsung” (QS Az Zumar, 39 : 18) dan “tak lansung dalam bentuk bertanya tentang dalil yang menjadi hujjah” (QS Luqman, 31 : 14). Karena ketaatan itu hanya diterima Allah selama dilandasi oleh “Kebersihan Islam sebagai Di-nullah” (QS Az Zumar, 39 : 3), kemudian berlanjut dengan “Kalimah Thoyyibah dan ‘amal shalih” (QS Fathir, 35 : 10).

d. Perintah “infaq”
Adalah merupakan bukti dari rasa tanggung jawab terhadap perjalanan Islam menuju Janji Allah (QS At Taubah, 9 : 33; Hadits Shahih Riwayat Muslim), sehingga dengan itu akan senantiasa melaksanakan “infaq dengan hartanya” untuk menjadi bukti tentang keberadaan ruhul jihad dalam diri-Nya (QS Al Baqarah, 2 : 261).

Kesemuanya tersebut secara pasti merupakan petunjuk keselamatan bagi tiap pribadi yang benar-benar mendamba kan keredlaan Allah disisi-Nya (QS Al Lail, 92 : 19-21).

mubarki
gbcm.0908027

Senin, 03 November 2008

PANDUAN AL QUR-AN DI DALAM MENUJU DAULAH ISLAM DUNIA (KAJIAN AHAD, 02 NOPEMBER 2008)

Petunjuk Dalil Al Qur-an :

Di dalam kita memahami manusia sebagai makhluk sosial (QS An Nisa’, 4 : 1) untuk dapat berinteraksi secara positif bagi memelihara nilai kemanusiaan (QS Al Hujurat, 49 : 13),Allah SWT telah dipandukan suatu gambaran pedoman kebenaran, sebagaimana diterangkan di dalam Al Qur-an Surah Al Baqarah, 2 : 208, yang artinya :


“Wahai Rasul! Sampaikanlah segala apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb kamu. Dan jika kamu kerjakan, maka (berarti) tiadalah kamu menyampaikan risalah-Nya, dan Allah itu memelihara kamu dari (berbagai gangguan yang direncanakan oleh) manusia. Sesungguhnya Allah itu tidak akan memberi petunjuk kepada kaum yang sama kafir.”


Pengkajian Ayat :

Apabila petunjuk dari ayat tersebut ditelaah secara seksama maka dapat diambil beberapa pengertian, antara lain :

1. Pernyataan Allah langsung kepada Rasul-Nya.

Merupakan petunjuk mutlak bagi umatnya tentang keberadaan Rasulullah, yaitu sebagai sosok petunjuk pelaksana strategi dari Allah, maka dengan pengenalannya itu menjadi wajib dijadikan pedoman oleh umatnya (QS An Nisa’, 4 : 64 - 65);


2. Tentang tekanan pada kalimat ”risa-latahu”.

Memberikan hukum mutlak tentang keberadaan Al Qur-an (QS Al An’am, 6 : 153), Karena Al Qur-an adalah penyempurna dari seluruh risalah Allah SWT atas para Rasul-Nya (QS Al Baqarah, 2 : 106);


3. Kalimat ”Wallahu ya’shimuka minannasi”, maka di dalamnya tersirat bentuk isyarat yang ditujukan kepada para pemegang amanah para Rasul, yaitu Al ’Ulama (QS Fathir,35 : 28).


4. Secara umum petunjuk ayat tersebut di dalam keterkaitan denan ayat sebelum dan sesudahnya, adalah merupakan petunjuk tentang ”solusi dalam perbaikan umat manusia yang telah terkondisi oleh pola dan program Ahli Kitab”, bahwa awal kerusakan Yahudi dan Nashara adalah di tangan ”para pendeta” (”Al ’Ulama”) (QS At Taubah, 9 : 34). Berarti solusi perbaikannya adalah terletak kepada kesadaran ”para ’Ulama” yang menjadi pusat pandang umat sebagai ”Al Arif”/”Al Khowasy” (QS An Nur, 24 : 37).


Seperti apa yang tersebut di atas maka jelas bahwa peran ’Ulama dituntut kebersamaannya untuk mengangkat Al Qur-an sebagai norma hukum atas umat manusia (QS Al Jatsiyah, 45 : 20) menuju janji Allah SWT, yaitu tegak Daulah Islam Dunia, sebagaimana telah diterangkan oleh Rasulullah saw dalam menjelaskan kedudukan ayat (QS At Taubah, 9 : 33).


Pembahasan :

Bahwa sesungguhnya petunjuk Allah SWT dan Panduan Rasulullah saw sudah cukup jelas, maka berarti ”getaran suara hati nurani umat manusia sedunia telah menjadi satu nada, yaitu suara rindu”, terhadap bangunan Khilafah dan Imamah berdasarkan ketetapan-Nya yang akan dijadikan-Nya sebagai suatu hal yang mengawali perjalanan bagi perubahan dunia secara total sampai akhir zaman.


Dengan demikian berarti bagi perjalanan ’Ulama, antara lain :

1. Perihal terjadi firqoh-firqoh.

Dalam Islam adalah bukan merupakan kendala, sebab hal tersebut telah diisyaratkan Allah terhadap Rasul-Nya (QS Al An’am, 6 : 159).


2. Perjalanan ’Ulama menuju kesepakatan dunia.

Merupakan perintah mutlak, sebagai poros perjalanan Islam dan umat Islam ke depan (QS Al Baqarah, 2 : 208).


3. Perjalanan Mudzakarah ’Ulama

Merupakan proses pengkondisian sebagai pemegang amanah para rasul bagi penggelaran perintah yang ditetapkan Allah SWT terhadap 5 Rasul Pilihan (QS Asy Syura, 42 : 13), dan sebagai pemegang amanah Allah SWT atas makhluk-Nya (QS Fathir, 35 : 27 - 28), sebagai wujud dari isyarat penunjukan Allah SWT kepada Muhammad saw, penutup para Nabi (QS Al Ahzab, 33 : 40) dan sebagai Rasul atas seluruh umat berbagai bangsa di dunia (QS As Saba’, 34 : 28).


Inilah kajian ringkas panduan Al Qur-an di dalam menuju Daulah Islam Dunia.


Mubarki

Gbcm.0908026

Rabu, 29 Oktober 2008

MUDZA-KARAH 'ULAMA (KAJIAN AHAD, 26 OKTOBER 2008)

Petunjuk Dalil Al Qur-an :

Allah telah menetapkan melalui firman-Nya di alam Al Qur-an Surah Al Baqarah, 2 : 208, yang artinya :

“Wahai orang-orang yang sama beriman! Masuklah kamu dalam Islam secara keseluruhan! Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithon, karena sesungguhnya ia itu bagi kamu adalah musuh yang nyata.”


Ayat tersebut apabila ditelaah berdasarkan ayat sebelum dan sesudahnya, merupakan petunjuk yang tegas dengan maksud yang jelas, antara lain :


1. Ayat tersebut ditekankan yang khususnya kepada “Al Ulama”, sebagai hamba yang peka terhadap factor lingkungan bagi proses sinkronisasi (QS Fathir, 35 : 28);


2. Sebagai pembeda antara haq dengan yang bathil (QS Al Baqarah, 2 : 42), dan antara mukmin dengan orang yang tidak beriman dengan akhirat (QS Al Isra’ 17 : 45);


3. Menjelaskan berbagai kemadlaratan dari pola syaithon, yaitu manajemen Jibti dan metode operasional Thaghut (QS An NIsa’, 4 : 51);

4. Untuk memberikan ketegasan tentang keberadaan system yang mutlak dan wajib dipedomani oleh mukmin (QS Al An’am, 6 : 153).


Didapat pengertian dari perkataan “fis silmi ka-ffatan”, adalah “fil ittifa-qul ‘ulama” (suatu bentuk kesepakatan ulama) melalui metode “mudza-karah”, yang berarti mengingatkan berdasarkan dalil yang jelas dan bukan kaidah dari hasil buah pikiran.


Pembahasan :

Untuk dapat dipahami, bahwa perkataan “mudza-karah” itu bersifat mengingatkan, yang dengan itu maka dapat membangkitkan rasa kesemangatan yang dilandasi kebenaran Dinullah, atas dasar dalil yang jelas, agar tidak menimbulkan kesemangatan yang bersifat obskurantis (menggebu-buta). Oleh karena itu, wajib dimotivasi dengan keterangan-keterangan yang jelas, antara lain :


1. Faktor sejarah, sehingga dapat mengambil i’tibar dari berbagai kisah nyata dari perjuangan umat terdahulu dalam upaya menuju tegaknya Kalimatullah (QS Ali Imran, 3 : 137). Dan juga untuk mengkaji secara detail tentang langkah dan tahapan yang akan dilalui menuju janji Allah (QS Al Hasyr, 59 : 2);


2. Ketetapan Sunnatullah tentang perjalanan sejarah bangunan Khilafah pada fase I, yang perjalanan awal diproses berdasarkan petunjuk Taurat atas Musa a.s., kemudian berakhir dengan perutusan Isa a.s. dengan wahyu Allah dalam Injil, ”sebagai pembatas” (QS Az Zukhruf, 43 : 61). Kemudian untuk selanjutnya akan masuk perjalanan fase II, yang diproses dan dipandu oleh Rasulullah saw (QS Ali Imran, 3 : 68) dengan berdasrkan petunjuk wahyu Allah, Al Qur-an, menuju gambaran akhir yaitu Daulah Islam mendunia (QS At Taubah, 9 : 33) dalam bangunan ketetapan Allah, yaitu ”khilafah Muslimin” sampai akhir perjalanan zaman (QS An Nur, 24 : 55);


3. Mengingatkan kepada para Ulama terhadap ”Kepastian kekuasaan Allah”, terhadap sikap angkara murka yang menimbulkan penderitaan umat berkepanjangan, sehingga memunculkan ”jeritan nurani kemanusiaan” (QS Al Baqarah, 2 : 214). Maka Allah akan bangkitkan pemimpin-pemimpin berkaliber dunia atas izin-Nya, justru dari kalangan umat yang tertindas (QS Al Qoshosh, 28 : 5).


Dengan beberapa keterangan tersebut, membuktikan bahwa Sejarah Rumpun Melayu mempunyai untaian penjelasan yang spesifik, bahwa istilah ”Rumpun Melayu adalah identik dengan Islam" dan bahkan Rabithah Alam islami telah pernah memberikan sinyal, bahwa kebangkitan Islam mendunia diharapkan dari Rumpun Melayu.


Oleh karena itu, petunjuk dalil pokok kajian tersebut bermuatan penjabaran makna yang luas, maka harapan dan upaya, dengan melalui proses Mudza-karah ’Ulama Serumpun Melayu, semoga kiranya dibenarkan Allah sebagai langkah awal yang pasti guna menjemput kedatangan Janji Allah.


Mubarki

Gbcm.0908026

KARUNIA DAN RAHMAT ALLAH SWT (KAJIAN AHAD, 19 OKTOBER 2008)

Petunjuk Dalil Al Qur-an :

Mentadabburi petunjuk Allah SWT di dalam Al Qur-an Surah Yunus, 10 : 58, yang artinya :


“Katakanlah (Muhammad), ”Dengan kurnia dan dengan rahmat-Nya, maka dengan demikian itu hendaklah mereka bergembira, (karena) dia itu lebih baik daripada segala apa yang mereka kumpulkan.”


Ayat tersebut berhubungan dengan masalah Nur Islam (QS Az Zumar, 39 : 22) dan Hidayah Iman (QS Yunus, 10 : 100). Dengan begitu berarti pola hidup yang mutlak akan kebenarannya, yaitu Islam (QS Ali Imran, 3 : 85) dan Al Qur-an (QS Al Jatsiyah, 45 : 20) telah bersarang dan menghiasi hatinya.


Maka hal di atas merupakan nilai yang tidak dapat diukur dengan segala ragam kesenangan duniawiah ini.


Pembahasan :

Bahwa sesungguhnya Nur Islam dan Hidayah Islam yang telah bersarang di dalam sanubari hamba Allah, secara pasti merupakan pelita yang terang benderang, sehingga secara meyakinkan tidak akan mudah terkecoh atau tertipu oleh gemerlapan kehidupan dunia (QS Al Hadid, 57 : 20), maupun sistem yang disoori oleh para musuh Allah SWT (QS Al Baqarah, 2 : 204 - 206).


Dengan demikian merupakan sosok hamba Allah yang teguh dalam kebenaran dan berpandangan jauh ke depan (QS An Nur, 24 : 37), yang berorientasi kepada janji Allah SWT, yaitu ”Daulah Islam Dunia secara mutlak” (QS At Taubah, 9 : 33), untuk menandai bangunnya Khilafaul Muslimin atas kekuasaan dan ketetapan Allah SWT (QS An Nur, 24 : 55).



Selanjutnya hamba itu akan senantiasa memacu diri antara :

1. Secara aktif akan mencari kebenaran melalui majelis ilmu (QS Az Zumar, 39 : 18), guna memupuk semangat bertadabbur (QS An Nisa’, 4 : 82);



2. Secara ikhlas membuka diri di dalam menerima kebenaran Al Qur-an dan segala yang dipandukan oleh Rasu-Nya bagi penataan di seluruh lapangan kehidupan (QS Ali Imran, 3 : 164);



3. Secara aktif dan penuh loyalitas menepati kaidah kebersamaan dalam kehidupan berjama’ah dalam berbagai keadaan, tanpa membeda-bedakan, agar terantisipasi dari pengaruh buruk yang tidak Islami (QS Al Kahfi, 18 : 28).


Dengan demikian maka sebagai hamba Allah SWT akan senantiasa berada di dalam pola kebajikan yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, sehingga akan berupaya menegakkan ”Sistem dari Sang Kholik, dan bukan dari makhluk”, dalam menjemput janji-Nya. Karena Daulah Islam Dunia. Al Mahdi dan Khilafah, bagi Allah adalah hak dan wajib akan penegekannya pada akhir zaman. Inilah kurnia dan rahmat Allah SWT.



Mubarki

Gbcm.0908025

Selasa, 14 Oktober 2008

PERIHAL IBLIS (KAJIAN AHAD, 12 OKTOBER 2008)

Petunjuk Dalil Al Qur-an :
Bahwa sebenarnya perihal “Iblis” dengan gaya penampilan yang khas
(QS Al Baqarah, 2 : 34) yang ditetapkan sebagai “penghambat mental” terhadap jin dan manusia. Untuk itu maka Allah telah tetapkan garis besar langkahnya, sebagaimana tersebut di dalam Al Qur-an Surah Al Isra, 17 : 64, yang artinya :

“Dan arahkanlah siapa pun yang engkau mampui daripada mereka dengan suara (rayuan)mu, dan kerahkanlah atas mereka dengan pasukan berkuda kamu dan pasukan jalan kaki, dan satukanlah mereka dalam hal harta dan anak-anak, dan berilah janji palsu kepada mereka, dan tiadalah syaithon itu berjanji kepada mereka melainkan tipu daya.”

Ayat tersebut memberikan gambaran tentang “Pola kerja Iblis” sebagai tim penguji, dalam wujud menejemennya disebut “Jibti”, kemudian dalam sistemnya disebut “Thoghut”, merupakan hasungan dengan langkah pengendalian yang justru secara pasti mengundang kemurkaan Allah SWT
(QS An Nisa, 4 : 51). Inilah fakta terhadap ajaran dogmatik masa kini, dan membuat manusia mengalami proses dehumanisasi.

Pembahasan :
Memahami atas keberadaan Iblis, maka akan dapat mengetahui pula tentang sasaran dan tujuan dari sifat-sifat Iblis yang disebut “Syaithon”, yang berarti musuh kemanusiaan
(QS Yasin, 36 : 60), yang menyarangkan bisikan jahatnya ke dalam nafsu manusia (QS An Nisa’, 4 : 118). Inilah yang akan mengusik nafsu manusia untuk memenuhi kehendak hawanya (QS Al Hajj, 22 : 53).

Dalam peranannya, hal tersebut akan memunculkan dua versi, yaitu :
1. Orang-orang yang telah MENERIMA KUTUKAN;

2. Ketetapan Sunnatullah tentang perjalanan sejarah bangunan Khilafah pada fase I, yang perjalanan awal diproses berdasarkan petunjuk Taurat atas Musa a.s., kemudian berakhir dengan perutusan Isa a.s. dengan wahyu Allah dalam Injil, ”sebagai pembatas”
(QS Az Zukhruf, 43 : 61). Kemudian untuk selanjutnya akan masuk perjalanan fase II, yang diproses dan dipandu oleh Rasulullah saw (QS Ali Imran, 3 : 68) dengan berdasrkan petunjuk wahyu Allah, Al Qur-an, menuju gambaran akhir yaitu Daulah Islam mendunia (QS At Taubah, 9 : 33) dalam bangunan ketetapan Allah, yaitu ”khilafah Muslimin” sampai akhir perjalanan zaman (QS An Nur, 24 : 55);

3. Mengingatkan kepada para Ulama terhadap ”Kepastian kekuasaan Allah”, terhadap sikap angkara murka yang menimbulkan penderitaan umat berkepanjangan, sehingga memunculkan ”jeritan nurani kemanusiaan”
(QS Al Baqarah, 2 : 214). Maka Allah akan bangkitkan pemimpin-pemimpin berkaliber dunia atas izin-Nya, justru dari kalangan umat yang tertindas (QS Al Qoshosh, 28 : 5).

Dengan beberapa keterangan tersebut, membuktikan bahwa Sejarah Rumpun Melayu mempunyai untaian penjelasan yang spesifik, bahwa istilah ”Rumpun Melayu adalah identik dengan Islam:’ dan bahkan Rabithah Alam islami telah pernah memberikan sinyal, bahwa kebangkitan Islam mendunia diharapkan dari Rumpun Melayu.

Oleh karena itu, petunjuk dalil pokok kajian tersebut bermuatan penjabaran makna yang luas, maka harapan dan upaya, dengan melalui proses Mudza-karah ’Ulama Serumpun Melayu, semoga kiranya dibenarkan Allah sebagai langkah awal yang pasti guna menjemput kedatangan Janji Allah.


Mubarki
Gbcm.0908024

Selasa, 30 September 2008

Selasa, 16 September 2008

MEMAHAMI PERINTAH (KAJIAN AHAD, 07 SEPTEMBER 2008)

Petunjuk Al Qur-an :

Sesungguhnya bagi orang yang telah menerima Nur Islam (QS Az Zumar 39 : 22), dituntut kemampuannya terhadap “pembatas dalam diri” (QS Al Anfal, 8 : 24). Karena dengan itu akan terpandu ketaatannya dalam menjalani perintah, yang dinyatakan di dalam surah Al Anfal, 8 : 20, yang artinya sebagai berikut :

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling padahal kamu sama mendengarkan.”

Ayat tersebut ada keterkaitan tentang “proses pengkondisian” yang dilakukan oleh Ahli Kitab dan Musyrikin terhadap umat Islam, sebagaimana dapat dirasakan dampak psikolodisnya, yaitu berbagai fitnah yang ditujukan terhadap umat Islam, dalam bentuk sebagai pembangkangan sepanjang zaman (QS Al Anfal, 8 : 25).

Kajian dan bahasan :

Bahwa sesungguhnya Allah SWT telah menempatkan posisi Kafirin secara umum, adalah sebagai “tim”, yang secara pasti melaksanakan “metode operasional” Jibti dan Thaghut (QS An Nisa’, 4 : 51), dengan strategi umum adalah “upaya pemadaman cahaya kebenaran Dinullah” (QS Ash Shaf, 61 : 8), antara lain “pengkondisian terhadap pemahaman Al Qir-an (QS Fushilat, 41 : 26).

Akan tetapi, berdasarkan pemahaman terhadap kaidah mi’yarul ulum (ilmu untuk memahami Al Qur-an), ternyata penurunan Al Qur-an sangat tersusun secara “sangat spesifik”, yang tidak mungkin terjangkau oleh intelektuan Kafirin. Sebagai gambaran tentang proses hidayah yang ditetpkan Allah SWT di dalam Al Qur-an (QS Az Zumar, 39 : 23), untuk membangun kesemangatan dalam perjalanan menuju “janji Allah”, melalui kalimat yang serupa dan diulang, yaitu sebagai berikut :

1. Firman Allah SWT di dalam surah Ash Shaf, 61 : 9

Adalah menggugah kesadaran hati untuk bertransaksi kepada Allah SWT dengan menepati “kaidah mukmin secara benar”, termasuk dalam kaidah kebersamaannya (QS Al Fath : 28).

2. Firman Allah SWT di dalam surah Ash Shaf, 61 : 9

Adalah memberikan suatu petunjuk mutlak dalam menata diri sebagai muttabi’ur Rasul dengan semangat yang prima. Kemudian dalam segala pelaksanaan kerjanya termotivasi secara benar (QS Az Zumar, 39 : 11 – 12) dan dengan sistem yang benar (QS Al Furqon, 25 :52).

3. Firman Allah SWT di dalam surah At Taubah, 9 : 33

Adalah petunjuk yang di dalamnya tersimpan “janji yang pasti akan terjadi” berdasarkan penjelasan Rasulullah di dalam HR Muslim dari jalan Syaddad bin Aus dan Tsauban berderajat Shahih. Maka panduan menuju janji Allah, antara lain :

a. Keberadaan Al Qur-an yang terpelihara keasliannya (QS Al Hijr, 15 : 9).

b. Petunjuk Rasulullah saw tentang keberadaan “Mujaddid” yang dibangkitkan Allah pada setiap awal abad untuk memberikan pembaharuan Islam di tengah umat (HR Abu Daud, Al Hakim, Al Baihaqi dari jalan Abi Hurairahm dengan derajat Shahih).

c. Proses awal dari janji Allah SWT tentang Daulah Islam Dunia ditandai dengan pengakuan dan penyerahan Ahli Kitab dan Musyrikin kepada para Ulama Islam setelah melalui proses munadharah dan mubahala (QS Al Hasyr, 59 : 2). Kemudian menunggu satu masa perjalanan (QS Shad, 38 : 88) dan perjalanan selanjutnya akan diawali oleh Al Mahdi (HR Abu Daud, Ibnu Majah, berderajat Shahih) dalam menyambut “ketetapan Allah SWT”, yaitu Khilafatul Muslimin sampai akhir zaman.

Maka jelas, bahwa dalam memahami perintah Allah di dalam hal taat bertujuan untuk membuktikan keberadaan kapasitas iman dan penyesalan yang berkepanjangan apabila mengabaikan petunjuk Al Qur-an.

Mubarki

(gbcm.0908021)

PENGAJARAN BERHARGA (KAJIAN AHAD, 31 AGUSTUS 2008)

Petunjuk Al Qur-an :

Bahwa perjalanan sejarah dari para Rasul dan orang-orang yang telah menentang kebenaran Rasul, serta umat terdahulu adalah suatu i’tibar. Hal ini sebagaimana diterangkan di dalam surah Yusuf : 11, yang artinya sebagai berikut :

“Niscaya sungguh yang terjadi dalam kisah-kisah mereka itu sebagai pengajaran bagi yang mempunyai lubb, tiadalah ia (Al Qur-an) itu perkataan yang diada-adakan, akan tetapi (Al Qur-an) itu membenarkan (kisah-kisah dalam Kitab-kitab) terdahulu, dan menjelaskan segala sesuatu, dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang mau beriman.”

Pembahasan :

Sebagaimana yang telah dipahami, bahwa seluruh isi Al Qur-an itu adalah kebenaran yang pasti yang dikirim Allah SWT kepada Rasul-Nya, Muhammad saw, adalah penyempurna dari Kitab-kitab terdahulu (QS Al Baqarah, 2 : 106), sebagai sumber (QS Ali Imran, 3 : 138), dan jalan mutlak (QS Al An’am, 6 : 153). Maka segala perumpamaan yang terkandung di dalamnya bertujuan untuk memudahkan di dalam pemahaman bagi orang-orang yang beriman.

Di dalam pengambilan sebagai pengajaran dan pedoman hidup dari Al Qur-an itu, antara lain :

1. Kisah perjalanan Bani Ya’kub, yang diperkenalkan dengan istilah Bani Israil tentang pesan Ya’kub kepada anak-anaknya (QS Al Baqarah, 2 : 132 - 133).

2. Kisah mimpi Yusuf a.s. sebagai awal perjalanan hidupnya.

3. Tindakan tragis dari sikap angkara murka Fir’aun terhadap Bani Israil dan janji Allah SWT terhadap penderitaan Bani Israil (QS Al Qoshosh, 28 : 4 – 5).

4. Tuntunan terhadap Bani Israil yang terdiri dari 12 bangsa yang berdaulat di bawah ketetapan Kitabullah Taurat (QS Al A’raf, 7 : 160).

5. Penurunan Isa a.s. atas ketetapan Allah SWT adalah sebagai isyarat berakhirnya perjalanan Bani Ya’kub (QS Az Zukhruf, 43 : 61). Kemudian akan digantikan oleh keturunan Ismail, yaitu Muhammad saw beserta orang-orang yang beriman dan menjadi muttabi’nya (QS Ali Imran, 3 : 68).

Dan masih banyak lagi berbagai kenyataan sejarah umat terdahulu, yang kesemuanya itu menuntut kesadaran untuk dijadikan sebagai dasar pembelajaran yang sangat penting.

Dengan mengambil beberapa petujuk sebagaimana tersebut di atas, maka Allah SWT telah memberikan saksi-Nya tentang akan ditegakkannya Daulah Islam di bawah ketetapan Hukum Al Qur-an atas umat manusia di seluruh dunia sampai akhir zaman (QS At Taubah, 9 : 33; HR Muslim). Maka inilah yang menjadi pantauan utama umat Islam yang mendambakan kesaksian dari Allah di sisi-Nya (QS Ali Imran, 3 : 53). Karena proses menuju ke sana melalui beberapa isyarat yang menjadi petunjuk bagi hamba-hamba-Nya yang beriman (QS Al Furqon, 25 : 52).

Dengan demikian maka petunjuk Al Qur-an dan panduan Rasulullah saw dalam cara berhukum, adalah merupakan sesuatu yang bersifat mutlak yang tidak boleh diabaikan (QS An Nisa’, 4 : 64 – 65).

Mubarki

(gbcm.0908020)

Selasa, 02 September 2008

Jumat, 29 Agustus 2008

Kamis, 31 Juli 2008

CARA MEMAHAMI SUMBER HUKUM (KAJIAN AHAD, 27 JULI 2008)

Petunjuk Dalil Al Qur-an :

Dalam menaati petunjuk Hukum Islam, Allah SWT telah memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk mengajarkan rasa tanggung jawab diri dalam menepatinya, sebagaimana difirmankan-Nya di dalam surah An Nur, 24 : 54, yang artinya sebagai berikut :

“Katakanlah (hai Muhammad), “Taatlah kamu kepada Allah, dan taatlah kepada Rasul.” Maka jika kamu berpaling, maka adapun sebenarnya atas (Rasul) itu (berdasarkan) apa yang dibebankan, dan atas kamu (berdasarkan) apa yang dibebankan kepadamu, dan jika kamu menaatinya (berarti) kamu mendapat petunjuk. Dan tiadalah atas Rasul itu melainkan (hanyalah) penyampai yang terang."

Maksud ayat tersebut di atas antara lain :

1. Dalam menaati Allah, maka petunjuk-Nya ada di dalam Al Qur-an sebagai “rutbah pertama dan utama” (QS Az Zumar, 39 : 23), karena Al Qur-an adalah jalan mutlak (QS Al An’am, 6 : 135);

2. Dalam menaati Rasul, maka petunjuknya ada di dalam Al Hadits sebagai ”rutbah kedua”, yang berarti :

a. Kehendak Hadits yang dasarnya tersurat di dalam Al Qur-an, maka dihukumkan Mutlak;

b. Kehendak Hadits yang dasarnya tidak tersurat di dalam Al Qur-an, maka dihukumkan Nadab.

Pembahasan :

Dalam keterkaitan Al Qur-an sebagai rutbah pertama dan utama, adalah berdasarkan petunjuk Allah SWT di dalam surah Al An’am, 6 : 38, yaitu :

“ma- farrothna- fi kita-bi min syai-in.”

Artinya : “Tiadalah Kami luputkan di dalam Kitab (Al Qur-an) ini dari hal sesuatupun.”

Keterkaitan dengan masalah tasbih dan shalat (QS An Nur, 24 : 41), dan bersujud (QS Al Hajj, 22 : 18), bagi seluruh makhluk. Maka untuk hal tersebut, antara lain :

1. A’isyah isteri Rasulullah saw telah berkata, ”Man qoro Al Qur-an, falaisa fauqohu ahadan.”

Artinya : ”Barangsiapa membaca Al Qur-an, maka tiada mungkin teratasi oleh siapapun.”

2. ’Abdullah bin ’Umar telah berkata, ”Man hamalal Qur-an faqod hamala amron ’adhi-man, waqod udrijatin nubuwwatu baina janbaihi illa annahu la yu-ha ilaihi.”

Artinya : ”Barangsiapa mengumpulkan Al Qur-an, maka sungguh ia mengumpulkan perkara yang agung, dan sungguh di masukkan kenabian di antara lambungnya, kecuali bahwasanya tidak diberi wahyu kepadanya.”

Pernyataan tersebut beralasan dengan petunjuk Al Qur-an, bahwa Al Qur-an itu telah dicerai-beraikan Allah dengan cerai-berai yang sebenarnya (QS Al Furqon, 25 : 32). Dalam keterkaitannya Al Hadits sebagai rutbah kedua, karena kedudukan Rasulullah adalah sebagai ”Penyampai segala apa yang Allah turunkan kepadanya”. (QS Al Maidah, 5 : 67), dan sebagai ”Panutan” (QS Al Ahzab, 33 : 21) yang harus ditaati (QS An Nisa’, 4 : 64).

Dengan demikianan berarti kedudukan Rasulullah adalah menjelaskan dan menerangkan kehendak Al Qur-an.

Menanggapi hal tersebut maka Ibnu Hizam menyatakan, bahwa memahami Hukum Fiqh itu wajib dipelajari tentang asalnya, yaitu dari Al Qur-an dan As Sunnah yang menyatakannya. Apabila ketentuan tersebut tidak dipatuhi, maka berakibat sesorang menjadi bertaklid buta atau bahkan menjadi tukang mengada-ada. Maka hukumnya adalah ”Haram” (QS Al An’am, 6 : 93).

Oleh karena itu, selain ayat yang mujmal, maka segala syarat maupun petunjuknya telah ditetapkan oleh Allah SWT di dalam Al Qur-an itu sendiri. Dan Rasul saw hanya sebatas menerangkannya atau menjelaskannya, dan tidak pernah mengada-ada.

Mubarki

Gbcm. 0908018

Senin, 30 Juni 2008

POLA HIDUP MUKMIN (KAJIAN AHAD, 22 JUNI 2008)

Petunjuk Dalil Al Qur-an :

Sebagaimana telah dipahami bahwa dalam kehidupan sebagai hamba Allah yang telah mendapatkan cahaya kebenaran Islam (QS Az Zumar, 39 : 22), maka dituntut untuk membangun kualitas diri dalam hal iman, sebagaimana difirmankan-Nya di dalam surah Al Hujurat, 49 : 15, yang artinya sebagai berikut :

“Adapun sebenarnya orang-orang mukmin itu adalah orang-orang yang beriman dengan Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta mereka dan diri-diri mereka dalam jalam Allah; Mereka itulah orang-orang yang benar.”

Pembahasan :

Bahwa sesungguhnya perkara ”Iman” adalah urusan Allah (QS Yunus, 10 : 100), dan untuk lebih jelas untuk memahaminya, maka Allah menetapkan bahwa ”tiada paksaan dalam masuk Islam” (QS Al Baqarah, 2 : 256). Dan karena itu bagi yang telah memperoleh hidayah iman, sudah dipastikan mendapat ”Nur Islam” (QS Az Zumar, 39 : 22), sehingga tiada pedoman lain dalam hidup ini kecuali hanyalah Kitabullah (Al Qur-an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya (QS Az Zumar, 39 : 1 - 2) dan berittiba’ hanya kepada Rasulullah saw (QS Ali Imran, 3 : 31).

Untuk selanjutnya sifat, sikap, dan perilaku sebagai mukmin antara lain :

1. Akan senantiasa memacu diri dengan aktivitas ilmu (QS Az Zumar, 39 : 18) dan tadabbur Al Qur-an.

2. Akan senantiasa menyatakan kesiapan dirinya terhadap seruan Allah dan Rasul-Nya berdasarkan kemantapan imannya, dan bukan dorongan nafsunya (QS Al Anfal, 8 : 24).

3. Akan senantiasa menerima dan memandu diriny, 24 : 51).

4. Dalam memelihara aqidah Islam tidak akan mudah terlena oleh gemerlapan duniawiyah dan ajaran yang menyimpang dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya (QS Luqman a terhadap seruan berhukum kepada Allah dan Rasul-Nya dengan pernyataan ”sami’na wa atho’na” (QS An Nur, 31 : 33).

5. Menepati makna bertauhid dengan menjunjung tinggi semua ketetapan dari yang memiliki Asma ul Husna (QS Al Hasyr, 59 : 24).

Inilah antara lain sebagaimana diperintahkan Rasulullah saw dalam HR Ahmad, Muslim, At Turmudzi, An Nasa’i, Ibnu Majah, melalui jalan Shufyan bin ’Abdullah Ats Tsaqofa, berderajat Shahih, ”Qul a-mantu billahi tsummas taqim.” (”Katakanlah : Aku beriman dengan Allah, kemudian bersikap luruslah.”).

Kemudian dengan keyakinan yang ditepati secara mantap kebenaran Dinullah menepati tanggung jawab sebagai ”Ummatan Wasatho” (QS Al Baqarah, 2 : 143), maka antara lain :

1. Bersungguh-sungguh dalam melaksanakan kewajiban yang diperintahkan Allah menuju tegak Kalimatullah atas kehendak dan kekuasaan-Nya (QS At Taubah, 9 : 33) dengan melalui proses pemahaman dan penghayatan terhadap ”Petunjuk ketatalaksanaan dari Al Qur-an” (QS Al Furqon, 25 : 52).

2. Melaksanakan kewajiban berinfaq secara terus menerus (QS Al Baqarah, 2 : 261), dan menyerahkan segala yang ada pada dirinya untuk kepentingan Allah (QS At Taghobun, 64 : 17 - 18).

3. Menguatkan barisan (QS Al Anfal, 8 : 60), membangun ukhuwah (QS Al Hujurat, 49 : 10), dan berada dalam bangunan berjama’ah secara terprogram (QS Ali Imran, 3 : 104), kemudian memacu aktivitas diri untuk berbuat sesuai dengan keadaan masing-masing dalam lingkup jalan Allah SWT (QS Al Isra’ : 17 : 84).

Dengan demikian maka untuk menjadi ”Mukmin yang benar” dituntut kesadarannya dalam melaksanakan beberapa kewajiban Islam secara baik dan benar.

Mubarki

Gbcm. 0809014